hujan. aku terdiam di sini, mendengarkan rintik-rintiknya turun, sepertinya langit sedang menyuruhku tidur dengan ninabobo berupa nyanyian gemercik air, seperti debu-debu intan berjatuhan, tiap titik, tiap rintik, aku menikmati alunannya
hujan membawa kenangan, renungan, pemikiran yang menghatui isi kepala, membawa aku ke alam sesat khayalanku sendiri, bungkam, larut dalam diam, hanya memperhatikan. Membayangkan, mungkin para malaikat sedang berduka. Mungkin Tuhan sedang menangis.
hujan turun malam ini, merdu teriak dalam sunyi. setiap pintalan kata, setiap rajutan nada, tak berujung menjadi satu lagu, sementara gitar ini jemu menunggu, meminta aku menyelesaikan apa yang kumulai. sebuah lagu, sebuah teriakan dalam diamku. menyuruhku jujur pada diri sendiri
hujan seperti koin. berwajah dua. aku suka ketika hujan turun dengan damai, bersahabat, dia menyajikanku pertunjukan dansa antara angin dan air, menjadikan satu hologram wajah, satu proyeksi sosok wanita yang menutupi kepalanya dengan buku, berkas kerja, berlari mencari tempat berteduh, atau sekelebat ilusi romantisme masa lalu.
tapi aku benci wajah belakangnya, ketika hujan menunjukkan kemurkaannya, membawa gelap dan gemuruh, mengubah kedamaian dalam sekejap jadi mencekam, ketika hujan memaksa kita mencari perlindungan, berlari menyelamatkan diri, sebelum ditampar dengan percikan air, menghancurkan apa yang telah kita rencanakan, menunda apa yang jadi tujuan, atau urung terwujud samasekali.
cinta dan benci, tipis seperti kulit ari, dua yang jadi satu, berbeda namun melengkapi, larut dalam wujud hujan, seperti bercermin pada hati yang kadang bohong akan perasaan. antara merelakan namun masih takut kehilangan.
hujan mengajarkan apa yang berlebihan justru menyakitkan. sejuk ketika hujan turun tenang dapat membuatmu mati kedinginan ketika badai datang. Mencintai, akan menyakitkan saat kehilangan.
Hujan, bukan tentang menanti badai berlalu, bukan tentang bersembunyi dari amuk murka Penaburnya, tapi tentang menghadapi, tentang menjalani, tentang menari di tengah rintik airnya. Mengakui kenyataan. Meyakini, bahwa akan selalu ada pelangi setelah hujan, akan selalu ada kebahagiaan setelah berduka. Sesungguhnya di balik kesusahan itu adalah kemudahan.
Jika hujan adalah kemalangan, dan jika Matahari adalah kebahagiaan, maka, kita butuh keduanya untuk melihat pelangi.
Hm, it's raining..
Hey, you.. Let's dance, shall we?
-gaya penulisan terpengaruh banyak oleh 'aku suka hujan' nya Raditya Dika.-
-gaya penulisan terpengaruh banyak oleh 'aku suka hujan' nya Raditya Dika.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar