Kau tau apa yang menyakitkan dari sebuah pelukan?
Apakah dekapan yang terlalu erat, menyempitkan pembuluh darahmu?
Apakah sesak di dadamu karena sulit bernapas?
Atau hal yang terasa menusuk di hatimu?
Malam, aku baru mengantarmu pulang, kita baru saja berjalan
menghabiskan waktu, mengunjungi restoran cepat saji, mengelilingi jalanan kota
ini, mencari celengan berbentuk hewan lucu yang kau suka. Seekor sapi. Aku tak
pernah melihat hal yang menggemaskan dari seekor sapi, bagiku sapi hanyalah
tentang gurih susu murninya, atau dagingnya yang sudah diolah menjadi steak.
Tapi kau sosok berbeda dariku. Kau melihat sesuatu dari sisi yang berbeda. Kau
memandang dari sisi butaku. Hal yang terlewatkan oleh mataku. Matamu mampu menangkap keindahan.
Entah, aku selalu melihat dari sisi suram, keburukan yang kasat mata,
sebagaimana memandang aspal berlubang sebagai hal yang mengesalkan, hal yang
mencelakakan. Tapi kau mungkin akan memandangnya sebagai jalan yang mengajakmu
meliuk dengan motormu. Menghindari lubang2 seperti lionel messi menghindari
tebasan kaki lawannya. Menyenangkan. Berbahaya, tapi menyenangkan.
Kau dengan ego besarmu, kau yang lelah mengalah kepada teman2mu. Kau yang menjadikan aku sebagai sasaran
pengalihan. Orang yang harus ikut kena getahnya saat suasana hatimu sedang tak
enak. Meributkan hal sepele. Entah kau sadar atau tidak, aku juga kadang lelah
menghadapimu. Mungkin jika aku juga memaksakan keras kepalaku, entah apa yang
akan terjadi. Mungkin kau akan mendiamkanku berhari2. Membalas BBMku sepatah dua patah kata,
sebelum akhirnya kau memuntahkan semua kemarahanmu. Aku memilih diam. Aku tak
ingin memperpanjang masalah. Aku tak mau capek meladenimu.
Ah, entah kenapa aku bisa bertahan. Dan entah kenapa kau bisa
bertahan. Kau yang selalu mengataiku
jelek, menyindir perutku yang buncit, dan saat kutanya kenapa kau mau, kau
dengan santai menjawab “entahlah, aku tak tau.”
Ya. Terserahlah.
Kau tau apa yang menyakitkan dari sebuah pelukan?
Ketika tangan yang merangkul itu mengendur, kehangatan yang kau rasa
perlahan memudar, dan tubuh yang melekat padamu perlahan menjauh.
“Jangan pergi.. tetaplah disini.. aku tak mau sendirian lagi.. siapa
yang akan menemaniku?”
Kalimat itu. Membunuhku. Perlahan-lahan. Semakin kuulang lagi dalam
hati, semakin menyakitkan. Siapa yang
tahan bersendirian? Siapa yang kuat
melihat kepergian? Tak ada orang yang mampu bertahan dalam sepi. Ketika
satu2nya suara yang terdengar adalah suaramu sendiri yang berdengung di
kepalamu. Ketika lawan bicaramu adalah dirimu sendiri, dan kau tau kau takkan
pernah menang melawan diri sendiri.
Sesungguhnya berbicara pada dinding kamar, adalah sebenar2nya kesepian.
“kau akan pulang lagi kan?”
“tentu saja. Aku akan pulang lagi. Selalu kembali lagi.”
“benar ya? Pulang lagi ya? Cepat2 pulang lagi ya?”
“iya. Pasti. Selalu. Untukmu.”
Kau tau apa yang menyakitkan dari sebuah pelukan?
Ketika kau tau, bahwa kata
selamat tinggal yang terucap, bisa jadi yang terakhir kali, ketika orang yang
kau hadapi mungkin saja takkan kembali lagi.
Atau benar2 menjadi ucapan perpisahan yang terakhir, dan takkan ada
pertemuan selanjutnya.
Namun yang paling menyesakkan adalah, ketika isak tangis itu turut ikut
campur.
Mar.. salam kenal.. gue udah baca.. gue tahu karena di share warung blog.. mampir di blog gue kalau.berkenan. gue mau follow tapi lagi nggak on di pc :)
BalasHapuskegaulauan yang mengakibatkan berkepanjangan
BalasHapus