Tengah malam.
Sebentar lagi jam 3 pagi.
Entah kenapa sulit tidur.
Bukan. Ini samasekali bukan insomnia yang dibilang oleh abege2 labil yang baru bisa begadang.
Ada sedikit rasa sentimentil.
Sedikit nostalgia, mengingat lagi tentang memaknai kekosongan.
Utada hikaru sudah selesai menyenandungkan 'First Love' nya.
Ya. Lagu lama. Cerita lama. Tentang cinta pertama. Yang tak berakhir bahagia.
Masih melekat jelas.
13 februari 2004.
Tiga belas. Tanggal lahirku, dan juga angka sial yang menandai pertama kali merasakan penolakan seorang wanita.
Aku (dulu) hanya seorang remaja tanggung. Begitupun dia.
Tapi yang serba pertama selalu menandai. Memahatkan jejak yang membekas hingga akhir hayat.
Hampir sepuluh tahun, dan aku masih belum lupa. Tidak. Aku bukan mendendam. Bukan pula masih berduka hingga sekarang. Tidak lagi berharap. Tidak. Samasekali bukan apa-apa. Hanya teringat. Oleh sebuah file mp4 yang iseng ku-klik. Mencoba membunuh waktu dengan lagu pelan.
Pelan dan menghanyutkan.
Hampir sepuluh tahun. Kami masing2 kini adalah dua kereta dengan jalurnya masing-masing. Tidak untuk berpapasan. Tidak untuk menyambung relnya. Ya. Nyaris asing.
Khayal mulai bermain. Pikiranku berjalan santai tanpa kukendalikan. Mungkin saja. Di dimensi yang lain, di masa waktu alternatif, ceritanya berbeda. Ah. Hei, aku yang ada di dunia paralel! Selamat untukmu!
Aku bukan berharap.
Mungkin saja memang ada dunia paralel. Bukankah Tuhan menciptakan alam nyata dan tak nyata? Kenapa tidak dua dunia yang paralel dengan jalan cerita kebalikan?
Di dunia paralel, di masa alternatif, mungkin saja Indonesia adalah negara paling makmur dan adidaya sedunia tanpa korupsi, demokrasi lancar tak berbelit, dan tidak ada girlband boyband alay merajai televisi. Anak-anak dan orang dewasa menyaksikan acara televisi sesuai umur. Tidak ada tawuran suporter sepakbola dan timnas Indonesia langganan juara di tiap kompetisi. Dan di eropa sana, Liverpool merajai Liga Inggris dan Arsenal sesekali mengusik dominasi mereka sementara Manchester United puasa gelar liga bertahun-tahun dan dipandang sebagai lumbung poin.
Di dunia paralel, mata uang rupiah adalah yang paling bernilai diikuti oleh poundsterling dan euro sementara dolar terpuruk dimana 1 Rupiah = 9.657 USD. Harga kaset PS3 sedemikian murahnya sehingga tak ada yang namanya game bajakan. Tidak ada perdebatan tentang yang terbaik diantara Playstation, Xbox atau PC. Harga minyak dunia lebih murah dari harga bawang. Tidak ada demo mahasiswa menolak kenaikan harga BBM. Negara luar sedemikian tunduk kepada Indonesia mereka takut diembargo. Kaum yahudi hidup merana sebagai budak warga Palestina. Tidak ada stigma setiap orang Islam atau orang arab adalah teroris.
Di dunia paralel. Perempuan yang sedang PMS emosinya baik-baik saja. Tidak labil. Tidak gampang mengamuk merajuk tak tertebak apa maunya.
Ah. Mulai ngelantur.
Terlalu indah dan sempurna dunia paralel itu. Too good to be true. Terima saja dunia sekarang apa adanya. Dengan baik buruknya. Entah kenapa kenangan tentang cinta pertama menyimpang menuju utopia.
Sungha jung sudah menghabiskan tiga lagu melalui petikan gitarnya. Angin di luar kencang. Sepertinya akan turun hujan. Sontak beragam potongan kenangan tentang peristiwa, tentang suatu tempat, semua draft lama dalam otak ini memainkan slideshow foto hitam putih atau foto dengan efek sepia.
Ah. Selalu sentimentil jika melihat ke belakang. Itu hanya potongan kenangan dari sekarang hingga 10-12 tahun lalu. Ketika aku beranjak remaja. Baru kenal dunia. Aku berterimakasih atas semua kejadian yang memberiku pelajaran dalam hidup. Kehidupan adalah guru yang keras. Guru yang benar-benar mendidik siswanya. Guru yang memberikan ujian dahulu baru mengajarkan teorinya.
Terima kasih. Untuk semua teman yang namanya tak mampu kuketik disini satu per satu. Untuk semua orang yang datang dan pergi. Untuk semua kenangan yang terpatri. Untuk semua hal yang terjadi. Terima kasih.
03:36 WIB
Aku ngantuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar